Contoh Pidato Eksposisi Tentang Pendidikan
Contoh Pidato Eksposisi
Pidato eksposisi adalah suatu jenis pidato yang bertujuan untuk menyampaikan/mengungkapkan suatu hal kepada orang banyak. Berikut adalah contoh pidato eksposisi bertemakan pendidikan:
Assalamualaikum. Wr. Wb.
Yang terhormat Bapak Kepala Sekolah SMA Negeri 01 Jakarta, yang terhormat Ibu/Bapak guru sekalian, dan yang saya banggakan, siswa-siswi SMA Negeri 01 Jakarta.
Hadirin sekalian yang berbahagia, selamat pagi, terima kasih telah berkenan hadir bersama saya di sini.
Salam sejahtera bagi kita semua. Pertama-tama marilah kita panjatkan syukur ke hadirat Tuhan YME, atas berkat dan karunia-Nya kita dapat berkumpul di sini dengan sehat selamat sentosa.
Pada kesempatan yang berbahagia ini saya berkenan ingin menyampaikan kepada saudara sekalian sebuah kritik mengenai sistem pendidikan di Indonesia.
Kita tahu salah satu syarat negara untuk
menjadi bangsa yang maju adalah sistem
pendidikan di negara tersebut. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Apakah sudah
memenuhi syarat itu? Ataukah pendidikan Indonesia itu kurang? Lalu apa yang
harus dilakukan untuk memenuhi syarat itu?
Sebagai contoh barangkali masih kita
teringat dengan pergantian sistem penerimaan baru pada tahun ajaran 2018/2019
dari SD ke SMP maupun SMP ke SMA yang disebut “zonasi”. Pada awalnya sistem ini
dipandang bagus karena ingin menghapuskan istilah “favorit” pada sekolah, agar
diberikan dampak adil bagi calon siswa. Dengan sistem ini calon siswa
ditentukan masuk sekolah berdasarkan jarak, bukan NEM. Tetapi hasil di lapangan
justru sebaliknya. Di kota-kota besar mengalami masalah dengan sistem ini,
salah satunya Surabaya salah satu sekolah sudah tidak bisa menampung siswa lagi
padahal jarak siswa ke sekolah hanya 700 meter saja. Tinggal dalam radius 1 km
ternyata tidak menjadi jaminan dapat sekolah terdekat. Masalah kepadatan
penduduk ternyata tidak dipertimbangkan di sini.
Sistem zonasi hanyalah salah satu kekusutan
sistem pendidikan Indonesia yang hingga ini masih belum bisa terurai. Kita
mencoba menerapkan sistem ini karena melihat negara lain dan berhasil. Ketika
Amerika Serikat dianggap memiliki sistem yang baik, kita menirunya. Begitu pula dengan Singapura
atau Jepang, kita menirunya dengan mentah-mentah. Bahkan ada wacana yang merupakan
langkah nekat, kita ingin mengikuti Finlandia dengan tidak memberi pr, belajar
hanya tiga jam bagi siswanya. Tapi perlu diingat Finlandia hanya berpenduduk 6
juta, sedangkan Indonesia lebih dari 235 juta jiwa atau 40 kali lipatnya.
Bagaimana hasil dari sistem pendidikan
Indonesia? Memang harus diakui ada prestasi yang membanggakan. Tiap tahun
negara ini selalu memenangkan olimpiade jenjang internasional ini dan itu.
Tapi itu menunjukan kontradiksi atau paradoks dengan capaian tingkat nasional.
Untuk mengetahui prestasi siswa Indonesia
sebaiknya kita melihat evaluasi internasional yang disebut PISA (Programme
for Internasional Students Assessment) atau Progam Penilaian Internasional
yang digagas oleh OCED (Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi). Evaluasi
dilakukan tiap tiga tahun sekali dimulai tahun 2000 dengan materi sains,
matematika, dan membaca. Sementara PISA di Indonesia 2015 menunjukan kinerja
siswa Indonesia masih rendah skor untuk sains adalah enam puluh dua, matematika
adalah enam puluh tiga, dan untuk membaca adalah enam puluh satu, dari tujuh
puluh dua negara. Bahkan pada tahun 2012 Indonesia berada peringkat enam puluh
empat dari enam puluh lima negara.
Hasil di atas bukan hasil yang memuaskan.
Ini menunjukan adanya masalah dalam sistem pendidikan di Indonesia. Bahkan
dibandingan Thailand dan Vietnam, Indonesia jauh tertinggal, apalagi Singapura
yang menduduki peringkat satu. Harus diakui adanya masalah yang menghambat
majunya pendidikan di Indonesia. Masalah itu antara lain ketimpangan kualitas
pendidikan Indonesia, tidak meratanya sarana prasarana pendidikan di daerah,
perbedaan kualitas guru dan tenaga pendidik, kurangnya dan mahalnya harga buku,
dan yang terpenting terlalu sering ganti kurikulum.
Untuk menggambarkan terlalu sering
mengganti kurikulum ada ungkapkan “ganti menteri ganti kurikulum.” Ibarat naik
mobil, bukannya berjalan dengan cepat justru tersentak-sentak karena “oper
gigi” mengikuti kurikulum yang baru.
Tapi sebenarnya Indonesia juga memiliki
faktor pendukung yang seharusnya bisa meningkatkan prestasi pendidikan seperti
alokasi anggaran yang besar (20% APBN), kualitas guru yang semakin tinggi, yakni bergelar Drs., Dra., S.Pd, M.Pd, dll, program wajib belajar sembilan tahun,
program sekolah gratis, KJP, KIP, dan jaringan internet di Sekolah.
Dengan mempertimbangkan faktor penghambat
dan pendukung itu seharusnya bangsa ini mampu membuat kurikulum yang kuat
sehingga tidak sering diganti. Kurikulum harus memperhatikan budaya, nilai
lokal, dan keunggulan setempat bukan sekedar meniru negara lain, karena di
negara itu berhasil. Apa yang cocok bagi mereka tidak selalu cocok dengan kita.
Janganlah sistem pendidikan kita ini menjadi anak ayam yang kehilangan
induknya, hanya berputar-putar tanpa arah. Selain itu harga buku juga dapat
dibuat murah dengan kertas murah misalnya menggunakan kertas koran.
Mudah-mudahan dengan faktor pendukung itu,
pendidikan Indonesia menjadi lebih baik, menghasilkan generasi yang
berkualitas, dan semangat belajar siswa yang tinggi.
Demikian pidato yang saya sampaikan, semoga bermanfaat bagi kita semua. Mohon maaf apabila terjadi salah
pengucapan, atau hal yang tidak berkenan di hati saudara, saya mohon maaf
sebesar-besarnya. Semoga pendidikan Indonesia dapat menjadi lebih baik lagi.
Terima
kasih
Komentar
Posting Komentar